Arsitektur rumah adat Bali memiliki struktur bangunan, ornamen dan fungsi yang sudah diwariskan secara turun temurun. Menurut warga Bali hunian mereka tercantum dalam kitab suci Weda dan di ibaratkan sebagai miniatur alam semesta. Ada dua bagian dalam rumah adat Bali meliputi Gapura Candi Bentar dan rumah sebagai hunian.
Gapura Candi Bentar ini merupakan rumah adatnya. Terdapat aturan khusus mengenai pembangunan rumah adat tradisional Bali seperti arah, letak bangunan, dimensi pekarangan, struktur bangunan, serta konstruksi yang harus dibuat sesuai dengan ketentuan agama.Ciri khas yang paling utama dari rumah adat Bali ada pada bangunan Gapura Candi Bentar. Pernahkah Anda melihat secara langsung atau melalui televisi ada dua gapura yang merupakan bangunan candi sejajar di rumah-rumah Bali? Itulah yang disebut dengan Gapura Candi Bentar. Gapura ini merupakan tempat masuk ke area halaman rumah.
Di bagian depan, setelah masuk melalui gapura ini, biasanya terdapat Pura (tempat ibadah umat Hindu). Pada gapura ini, terdapat juga anak tangga serta pagar besi yang saling terhubung. Letak Pura sendiri akan terpisah dengan bangunan yang lain. Setiap rumah adat Bali mempunyai Gapura Candi Bentar pada bagian depannya.
Beberapa bangunan rumah adat Bali akan dijelaskan lebih rinci pada ulasan di bawah ini:
-
Angkul-Angkul
Bagian dari rumah adat Bali ini merupakan pintu masuk utama sebelum rumah. Sebenarnya, bentuknya hampir sama saja dengan Gapura Candi Bentar. Akan tetapi, fungsi dari Angkul-Angkul lebih condong ke pintu masuk. Sebagai pembeda Angkul-Angkul dengan Gapura Candi Bentar adalah pada atap yang menghubungkan kedua bangunan letaknya sejajar.
-
Aling-Aling
Sesuai dengan namanya, Aling-Aling merupakan pembatas antara Angkul-Angkul dengan halaman yang menjadi tempat suci. Bangunan dalam rumah adat Bali ini diyakini dapat memberi aura positif.
Dinding pembatas disebut dengan penyengker. Di dalamnya ada ruangan yang bisa digunakan untuk beraktivitas bagi penghuninya. Beberapa orang juga menggunakan patung sebagai pembatas atau penyengker.
-
Pura Keluarga
Seperti Pura pada umumnya, Pura Keluarga juga berfungsi untuk beribadah dan berdoa. Setiap rumah di Bali memiliki bangunan ini. Pura Keluarga juga disebut dengan bangunan Pamerajan atau Sanggah. Peletakannya ada di sudut timur laut dari rumah hunian.
Struktur Ruangan Rumah Dan Fungsinya
-
Rumah Adat Bale Manten
Ruangan yang ada di rumah adat ini diperuntukkan bagi kepala keluarga ataupun anak gadis. Peletakannya di sebelah utara, bentuknya persegi panjang, serta terdapat bale-bale di bagian kanan dan kirinya.
Rumah Adat Bale Manten ini juga menjadi bentuk perhatian untuk anak gadis yang ada di keluarga Bali.
-
Bale Dauh
Masyarakat Bali memiliki tempat khusus menerima tamu yang disebut dengan Bale Dauh. Selain itu, ruangan dalam rumah adat Bali ini juga bisa difungsikan sebagai tempat tidur bagi anak remaja laki-laki. Tak beda dengan Bale Manten, bentuk Bale Dauh juga persegi panjang. Namun, Bale Dauh letaknya ada di bagian dalam ruangan.
Peletakannya ada di sisi barat, posisi lantainya harus lebih rendah ketimbang Bale Manten. Ciri khas lainnya adalah adanya tiang penyangga di ruangan ini. Akan tetapi, jumlahnya berbeda antara rumah yang satu dengan lainnya.
-
Bale Sekapat
Bale Sekapat lebih cocok jika dianalogikan dengan gazebo yang memiliki empat tiang. Tempat ini seringnya difungsikan untuk tempat bersantai bagi anggota keluarga. Dengan adanya Bale Sekapat, keluarga Bali akan menjadi lebih akrab satu sama lain sehingga terjalin hubungan yang harmonis.
-
Bale Gede
rumah adat bali
Sama dengan Bale Manten dan Bale Dauh, bentuk dari Bale Gede adalah persegi dengan tiang yang berjumlah 12. Ruangan ini berfungsi untuk melaksanakan upacara adat. Sehingga, posisinya harus lebih tinggi daripada Bale Manten.
Rumah adat ini memiliki ukuran yang lebih besar ketimbang bangunan lainnya. selain untuk melakukan ritual adat, Bale Gede juga sering dijadikan tempat berkumpul dan menyajikan makanan khas Bali serta membakar aneka sesaji.
-
Jineng atau Klumpu
Rumah adat Bali yang satu ini memiliki ukuran sedang sedangkan seluruh materialnya terbuat dari kayu. Ciri khas dari Jineng adalah posisinya yang dibuat lebih tinggi serta dirancang layaknya goa dengan atap yang terbuat dari jerami kering.
Namun, kini sudah sangat jarang ditemui bangunan Jineng yang dibuat dengan bahan tradisional tersebut. saat ini, Jineng kerap ditemui dengan material berupa pasir, batu bata, semen, dan sebagainya. Atapnya pun sudah menggunakan genteng yang disusun sedemikian rupa.
Bangunan ini digunakan oleh masyarakat untuk menyimpan gabah yang telah dijemur. Hal ini dilakukan guna menghindarkan gabah dari serangan burung dan terhindar dari jamur karena penyimpanan di tempat yang lembab. Bagian bawah Jineng digunakan untuk menyimpan gabah yang belum dijemur.
-
Pawaregen
Pawaregen merupakan istilah untuk menyebut dapur pada rumah adat Bali. Bangunan ini berukuran sedang. Letaknya di sebelah barat laut atau selatan dari rumah utama.
Terdapat dua area pada ruangan ini yaitu area memasak serta area penyimpanan alat-alat dapur. Cara memasaknya pun masih tradisional yaitu menggunakan kayu bakar.
-
Lumbung
Lumbung merupakan tempat yang khusus untuk menyimpan makanan pokok. Seperti, jagung, padi, dan sebagainya.
Material Pembangunan Rumah Adat Bali
balubu.comSesuai dengan adanya sistem kasta pada agama Hindu, pembangunan rumah adat Bali tidak dapat disamaratakan. Selain karena kasta, juga disebabkan karena faktor ekonomi setiap keluarga.
Nah, bagi masyarakat biasa, membangun rumah adat hanya perlu menggunakan peci (terbuat dari tanah liat). Sedangkan bangsawan menggunakan tumpukan bata untuk dijadikan sebagai pondasi dasar rumah. Bagian atap biasa menggunakan genting.
Filosofi Rumah Adat Bali
rumah adat baliMenurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan di dalam hidup akan tercapai bila adanya hubungan yang harmonis antara aspek palemahan, pawongan, serta parahyangan. Maka dari itu, pembangunan rumah adat harus meliputi aspek tersebut yang dikenal dengan istilah "Tri Hita Karana". Pawongan adalah penghuni rumah, palemahan artinya harus ada hubungan yang baik antara penghuni dan lingkungannya.
Umumnya, arsitektur tradisional Bali penuh dengan hiasan seperti ukiran, peralatan dan juga pemberian warna. ragam hias ini mengandung arti tertentu untuk mengungkapkan keindahan simbol-simbol serta penyampaian komunikasi. Ragam hias ini bisa berupa berbagai jenis fauna yang ditampilkan dalam bentuk patung sebagai simbol-simbol dalam ritual.
Jika Anda berjalan-jalan di perumahan Bali, maka jangan heran kalau di persimpangan jalan ada sesajen di atas wadah berupa janur serta kembang dan dupa yang menyala. Pura pun bertebaran di berbagai tempat. Bahkan, Anda akan melihat Pura di perkantoran dan pertokoan.
Rumah adat yang dibangun menggunakan aturan Asta Kosala Kosali ini bisa diibaratkan dengan Feng Shui dalam budaya Cina. Untuk membangun rumah adat, orang Bali akan mementingkan arah ke mana menghadap. Sebab, arah memiliki arti penting dalam kepercayaan dan kehidupan suku Bali.
Hal yang dianggap keramat atau suci adalah dengan meletakkan rumah pada arah gunung. Sebab, gunung adalah benda yang sangat keramat. Arah ini disebut dengan istilah Kaja. Hal yang sebaliknya yaitu hal yang tidak dianggap suci akan diletakkan pada arah laut atau disebut dengan Kelod.
Jadi, Pura desa yang dianggap suci akan menghadap ke arah gunung (Kaja), sedangkan Pura Dalem ataupun kuil yang berhubungan dengan kematian akan diarahkan ke laut (Kelod). Dalam hal penyusunan rumah, orang Bali tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan agama dan adatnya.
Ragam Ukiran dan Hiasan Rumah Adat Bali
www.arsitag.comArsitektur rumah Bali memang penuh dengan hiasan. Ukiran dan pahatan mengambil kehidupan di bumi berupa manusia, tumbuhan, dan juga binatang. Ragam ukiran atau hiasan yang ditempatkan pada sisi-sisi bangunan meliputi:
- Keketusan yaitu motif tumbuhan dengan lengkungan-lengkungan bunga besar dan daun lebar. Keketusan biasanya ditempatkan pada bidang yang luas. Jenisnya ada bermacam-macam termasuk keketusan wangsa, bunga tuwung, bun-bun dan sebagainya.
- Kekarangan yaitu pahatan dengan motif karangan seperti tumbuhan lebat dengan daun terurai ke bawah laiknya rumpun perdu. Hiasan ini dipahatkan di sudut batasan sebelah atas yang disebut dengan karang simbar. Dan di sendi tugek disebut dengan karang suring.
- Pepatran yaitu hiasan motif bunga-bungaan. Contohnya patra sari yang ditempatkan pada bidang sempit laiknya tiang-tiang dan blandar. Jenis patra lainnya meliputi patra pid-pid, patra pal, patra samblung, patra sulur, dan juga patra ganggong. Semuanya berbentuk deret memanjang dan dibuat berulang-ulang.
No comments:
Post a Comment