Seni Sebagai Bentuk Persembahan yang Sakral
- Seniman Bali yang multi talenta
 - Lukisan Bali
 - Ukiran Batu dan Kayu
 - Kain Tradisional Bali
 - Desa Seniman di Bali
 - Ubud Sebagai Pusat Kesenian Bali
 - Kisah Ramayana & Mahabarata yang selalu menginspirasi khas Bali
 - Seni Kontemporer
 - Pertunjukan Seni
 - Keris, Senjata Tradisional yang bernilai seni tinggi
 
Persembahan bagi para Dewa
Sebelum dikenal dan dikreasikan karena tujuan estetikanya, segala   bentuk karya seni di Bali pada awalnya diciptakan dengan maksud dan   tujuan sebagai ekspresi dan persembahan bagi para dewa. Keindahan khas   karya tangan seniman Bali telah sejak lama dengan mudah ditemukan di   beragam jenis material seperti kayu, batu, logam, bambu dan bahkan kain   tenun.    
Ukiran pada batu dan kayu awalnya dibuat untuk memenuhi   kebutuhan pura sebagi dekorasi dan hiasan simbolis di gerbang, pintu,   atap dan juga di berbagai sudut bangunan. Perhiasan mewah berbahan dasar   perak, emas dan logam lainnya sering juga diproduksi untuk kalangan   terbatas keluarga kerajaan, tidak hanya para bangsawan wanita saja yang   memakai hasil karya seni logam sebagai perhiasan tetapi para bangsawan   pria juga menggunakan hasil karya seni yang terbuat dari logam mulia   yang dapat dijumpai pada pegangan senjata tradisional (keris) dan   biasanya terbuat dari emas dengan desain menyerupai makhluk mitologis.  
  							Lukisan Bali
Bali juga seringkali disebut sebagai "pulau-nya para seniman".   Semangat berseni yang ada di pulau ini seakan tak pernah padam menyatu   dengan alam, agama dan darah para keluarga seniman yang lestari   dikembangkan dari generasi ke generasi. Salah satu sejarah dari lukisan   tradisional Bali yang berhasil dilacak keberadaannya yaitu beberapa   karya kuno yang ditemukan di beberapa kerajaan berlokasi di kawasan   Gelgel, yang kini lebih dikenal dengan Klungkung, Bali Selatan. Gaya   lukisan yang sederhana dengan pewarna alami yang terbuat dari kembang   kapas, tampak menyerupai lukisan yang seringkali dijumpai pada "wayang   kulit".     
Pada masa lampau para seniman di Bali acapkali memiliki   kemampuan yang beragam, mereka bisa melukis, memahat, dan juga menari.   Pengaruh dari bangsa luar yang terus berdatangan dari seluruh belahan   dunia baik Eropa maupun Amerika, membuat perkembangan seni tradisional   Bali ikut berkembang, para pengunjung dari mancanegara begitu sangat   mengagumi keindahan karya seniman Bali sehingga permintaan akan benda   seni pun semakin meningkat.     
Awal tahun 1930 Ubud, Batuan dan Sanur mulai dikenal oleh para   wisatawan sebagai daerah penghasil karya seni yang berkualitas,   menggantikan popularitas Klungkung yang mulai memudar saat itu. I Gusti   Nyoman Lempad, Ida Bagus Gelgel dan Ida Bagus Kembang adalah para   pelukis tersohor Bali kala itu yang berhasil mengakulturasi konsep dan   bahan tradisional dalam berseni dengan sejumlah pengaruh dari barat.    
Pada tahun 50-70an komunitas seni Bali juga semakin banyak   terbentuk di beberapa wilayah, dan sekolah seni pun mulai banyak   bermunculan untuk mencetak seniman Bali dengan kemampuan yang lebih   mumpuni.    
Salah satu karya seni tertua yang masih dapat kita nikmati   keindahannya saat ini yaitu lukisan bunga teratai dan Dewa Ganesha yang   tersimpan dengan baik di Pura Besakih hingga hari ini, diperkirakan 2   peninggalan bersejarah ini dibuat pada abad ke-15. Beberapa mahakarya   lukisan dari abad ke-19 banyak ditampilkan di berbagai Museum di Ubud,   istana-istana maupun pura-pura tertentu sebagai elemen dekoratif yang   memiliki keindahan dan nilai sejarah
  							Pahatan Kayu dan Batu
Pahatan kayu di Bali telah sejak lama ada jauh sebelum adanya   pengaruh dari para seniman eropa. Pahatan berbentuk karakter suci Dewa   Dewi Hindu, makhluk astral dan replika flora fauna seringkali dapat   dijumpai menghiasi bale rumah tradisional Bali.    
Beberapa daerah di Bali yang terkenal akan produk pahatan kayu   antara lain di desa Mas, Peliatan, Selakarang dan Kemenuh. Seiring   dengan permintaan pasar kini hasil pahatan kayu tidak hanya bertema   religius namun juga hal yang bersifat sekuler seperti tokoh kartun   maupun bentuk abstrak kontemporer lainnya.     
Pahatan batu Bali merupakan salah satu bentuk karya seni yang   lahir disaat beberapa pura dan istana di bali membutuhkan pahatan yang   terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah rusak karena tempaan   kondisi cuaca di Bali yang lumayan ekstrem. Batu paras dipilih sebagai   salah satu media yang tepat untuk membuat dekorasi simbolis berwujud   sang kala (makhluk mitologi yang dipercaya sebagai penguasa waktu) untuk   diletakkan di bagian atas gapura rumah maupun pura tradisional di Bali.       
Saat ini para pengrajin pahatan batu masih banyak dijumpai di   wilayah Batubulan dan Singapadu. Tak hanya memproduksi pahatan dalam   dimensi dan berat yang besar namun beberapa patung/ pahatan kayu kecil   juga masih sering dibuat di kedua desa ini demi memenuhi permintaan   souvenir dan sarana untuk sembahyang.  
  							Kain Khas Bali
Kain Endek atau biasa juga disebut sebagai wastra endek  merupakan   kain tenun ikat khas Bali yang hingga kini masih terjaga kelestariannya   dan masih sering digunakan sebagai bahan pakaian adat, seragam sekolah   (beberapa daerah di Bali) dan juga seragam kantor. Motif kain endek   begitu beragam, beberapa motif bahkan dianggap sakral dan hanya boleh   digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan di pura saja. Ada Pula motif   kain endek yang hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu,   misalnya para raja dan keturunan bangsawan saja. Motif patra dan encak   saji yang bersifat sakral biasa digunakan untuk kegiatan upacara   keagamaan melambangkan rasa hormat kepada Sang Pencipta, sedangkan motif   yang mencerminkan nuansa alam, biasa digunakan untuk kegiatan sosial   atau kegiatan sehari-hari.    
Kain endek mulai berkembang sejak tahun 1985, yaitu pada masa   pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung tepatnya   disalah satu desa bernama Desa Sulang. Meskipun kain endek telah ada   sejak zaman Kerajaan Gelgel, namun baru mulai berkembang pesat di Desa   Sulang setelah masa kemerdekaan. tepatnya sekitar tahun 1975-1985.    
Saat ini salah satu daerah di Bali yang dikenal sebagai   pengrajin kain ended yaitu Desa Sidemen di Kabupaten Karangasem. Menenun   kain merupakan aktivitas sehari-hari yang mayoritas dikerjakan para   warga desa Sidemen. Hampir semua warga wanita di desa ini baik tua   maupun muda bisa menenun, biasanya mereka belajar dari orang tua mereka   secara turun temurun. Lingkungan sekitar yang penuh dengan keindahan   alam mungkin menjadi salah satu faktor yang mendukung para warga   setempat untuk terus menghasilkan kain tenun bermotif natural yaitu   begitu sangat indah dan rumit. Di desa Sidemen memproduksi dua jenis   kain tenun, kain tenun Ikat yang biasa disebut endek, dipakai dalam   kegiatan sehari-hari dan kain tenun songket yang hanya digunakan untuk   kegiatan keagamaan atau upacara penting dalam siklus kehidupan   masyarakat di Bali, seperti upacara potong gigi (metatah/ mepandes),   perkawinan, hari besar keagamaan, kremasi (ngaben), dan upacara adat   lainnya.  
No comments:
Post a Comment