Hadapilah, tidak peduli budaya apa atau dari negara mana mereka berasal, anak-anak tetaplah anak-anak, akan selalu ada dua atau tiga anak (bahkan mungkin seluruh kelas) yang cenderung berperilaku tidak wajar setiap saat! Ini merupakan salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi para guru dalam pekerjaan mereka.
Di banyak negara selain Jepang, mengeluarkan siswa yang nakal dari kelas adalah hal yang wajar. Namun, hal ini merupakan suatu pantangan besar di sekolah Jepang. Pasal 26 Konstitusi Jepang (hanya dalam bahasa Jepang dan Inggris) menyatakan, "Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan yang setara …" dan oleh karena itu, pengajar di Jepang tidak berani mengeluarkan siswa dari kelas. Hal ini membuat pengajar di Jepang terbiasa menjaga agar mereka tetap tenang dan tetap melangsungkan kegiatan mengajar. Namun, ada beberapa kasus di mana hal ini terjadi jika seorang siswa terus-menerus mengganggu kelas.
Mengapa mereka begitu bersabar? Karena anak-anak akan dianggap kehilangan aspek-aspek tertentu dari kelas jika mereka dikeluarkan dari ruang kelas, dan karena itu, mengeluarkan siswa dari ruang kelas tidak terjadi di sekolah-sekolah di Jepang.
Salah satu fakta menarik tentang sekolah umum di Jepang adalah bahwa setiap orang makan makanan yang sama. Seperti di banyak negara lain, siswa dapat memilih antara membeli makan siang mereka di kantin atau membawa kotak makan siang mereka sendiri. Namun, di Jepang, siswa dilatih untuk memakan jenis makanan yang sama (terlepas dari preferensi mereka) dan menyelesaikan makan siang mereka dalam waktu yang ditentukan. Sebagian besar sekolah umum Jepang tidak memiliki kafetaria dimana makanan dapat dibeli, sehingga siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk membeli makanan mereka sendiri kecuali dalam kesempatan tertentu, kotak makan siang buatan sendiri diperbolehkan untuk acara-acara tertentu, asalkan isinya sesuai dengan peraturan sekolah. Yang mana peraturan ini biasanya menegaskan bahwa "bento" atau kotak makan siang tidak mengandung makanan atau manisan yang tidak sehat. Makan siang buatan sendiri biasanya terdiri dari nasi, sayuran, beberapa jenis ikan, rumput laut, dan terkadang ayam.
Pertama kali saya merasakan makan siang di sekolah Jepang, saya kagum mengetahui bahwa siswa bertanggung jawab untuk mengambil makanan mereka dari tempat makan siang sekolah dan menyajikan makanan tersebut ke teman sekelas mereka. Mereka juga mengenakan masker berwarna putih, apron, dan bandana. Setelah makan siang, mereka juga bertanggung jawab untuk membersihkan dan mengembalikan wadah makan dan seluruh kegiatan ini berada di bawah pengawasan guru. Betapa hebatnya mengajarkan kepada anak-anak tentang melayani orang lain, dan bertanggung jawab menjaga kebersihan lingkungan mereka, semuanya ditanamkan pada usia dini!
Juga, sebagai kelanjutan dari poin sebelumnya, jika saya bisa menambahkan, guru dan siswa makan siang berkelompok dengan meja dan kursi mereka diatur untuk saling berhadapan, terutama di sekolah menengah pertama. Tumbuh di tempat di mana sekolah melarang untuk makan di dalam kelas, sungguh mengejutkan bagi saya pada awalnya ketika mengetahui bahwa kelas bukan hanya tempat untuk belajar, tapi juga menjadi tempat untuk menikmati kebersamaan satu sama lain saat makan siang. Seperti disebutkan sebelumnya, umumnya tidak ada kafetaria atau area bagi siswa untuk pergi dan makan makanan mereka, kecuali di beberapa sekolah dasar.
Sementara beberapa orang mungkin cenderung menganggap cara ini bisa terlalu eksklusif karena anak-anak tidak bisa menikmati makan siang bersama siswa dari kelas lainnya. Namun, saat makan siang, anak-anak cenderung tetap berkelompok dengan teman dekat sekelasnya, kemungkinan hal itu memungkinkan mereka untuk bergaul dan berinteraksi dengan semua orang di kelas mereka, bukan hanya teman dekat mereka.
Apakah hal ini membuat Anda terkejut? Bukan hanya Anda yang merasa terkejut! Ini mungkin merupakan hal yang paling indah yang bisa dimiliki seorang siswa dalam kehidupan mereka.
Di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Indonesia, siswa yang tidak berprestasi di sekolah akan mengulang kembali untuk meningkatkan ketrampilan mereka. Beruntung bagi orang Jepang, mereka selalu maju ke kelas berikutnya terlepas dari nilai ulangan dan kemampuan mereka. Seorang siswa mungkin gagal dalam setiap tes dan mengikuti kelas, namun masih dapat mengikuti upacara wisuda di akhir tahun. Nilai ulangan mereka hanya berarti pada saat mereka mengikuti ujian masuk untuk sekolah menengah dan universitas.
Namun, bukan berarti bahwa anak-anak Jepang tidak harus bekerja keras! Anak-anak di Jepang belajar keras untuk mempelajari kanji Jepang sehingga diharapkan kemampuan membaca mereka dan kemampuan pada mata pelajaran yang lainnya sesuai dengan usianya.
Di Jepang, sekolah tidak bergantung pada petugas kebersihan untuk membersihkan lingkungan sekolah. Sebagai gantinya, siswa menggulung lengan baju mereka dan membersihkan setiap bagian kampus mereka, termasuk toilet. Ya! Siswa, guru, staf sekolah, dan bahkan pimpinan sekolah tertinggi seperti wakil kepala sekolah dan kepala sekolah semua bergabung bersama dalam pembersihan, dengan setiap orang ditugaskan di area mereka masing-masing.
Setiap harinya sekolah di Jepang memberikan waktu untuk kegiatan bersih-bersih yang disebut "souji". Beberapa siswa memakai tenugui (bandana) di kepala mereka dan sebelum waktu bersih-bersih dimulai, mereka duduk dalam diam selama beberapa menit untuk bermeditasi dan mempersiapkan pikiran dan tubuh mereka, yang disebut, "mokuso".
Melalui kegiatan yang unik ini, siswa dilatih tidak hanya untuk membersihkan diri mereka sendiri tapi juga menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Konsep mempekerjakan seseorang untuk membersihkan sekolah benar-benar aneh dan asing bagi mereka.
Pada saat liburan musim panas pertama saya di Jepang, saya mengucapkan selamat tinggal kepada salah satu rekan pengajar saya, saat saya bersiap untuk meninggalkan sekolah dan dengan senang hati mengatakan kepadanya untuk menikmati liburannya.
Reaksinya? Ia menghela nafas panjang. Sejak saat itulah saya mendapati bahwa para guru tidak benar-benar mendapatkan liburan, kecuali pada hari libur nasional, karena mereka masih harus pergi bekerja untuk memenuhi tanggung jawab mereka di sekolah. Di Sekolah Menengah Pertama, terdapat klub-klub atau ekstrakulikuler yang beranggotakan para siswa itu sendiri dan biasanya, klub-klub ini diawasi oleh guru mereka dan kegiatan tertentu serta latihan klub olah raga tetap berlangsung sepanjang masa liburan.
Tapi tunggu, masih ada lagi! Selain itu, siswa juga diberi berjibun pekerjaan rumah yang harus diselesaikan selama liburan musim panas!
Sekolah di Jepang menuntut siswa untuk mengenakan sepatu khusus di dalam bangunan sekolah untuk menjaga kebersihannya dan mencegah agar kotoran tidak terbawa masuk. Juga, karena Jepang terkenal sebagai tanah harmoni dimana setiap orang tampil dengan standar yang sama tanpa ada yang menonjol (satu pepatah terkenal, yang juga bertentangan dengan kepercayaan barat bahwa individualisme itu penting, adalah "Pukul paku yang menonjol"), siswa juga berpakaian sama dengan memakai sepatu sejenis.
Tidak hanya itu, di sekolah menengah pertama, mereka juga menggunakan tas sekolah yang sama persis yang disediakan oleh pihak sekolah dan memiliki lambang logo sekolah, dan juga dengan garis pengaman reflektif untuk menghindari kecelakaan di malam hari karena kebanyakan siswa yang pulang terlambat menggunakan sepeda atau berjalan kaki. siswa Sekolah Dasar pun demikian, mereka menggunakan ransel seragam mereka yang modis yang disebut "randoseru".
Hal ini membuat siswa menjadi bagian dari kelompok dan mewakili sekolah secara keseluruhan. Sekolah memiliki banyak peraturan lain yang berkaitan dengan seragam dan bagaimana siswa menampilkan diri mereka sendiri. Misalnya, mewarnai rambut Anda sangat dilarang dan siswa tidak bisa memakai tindikan atau banyak make up.
Siswa yang tergabung dalam klub olahraga memiliki kegiatan klub baik sebelum maupun sesudah sekolah setiap harinya. Beberapa di antaranya termasuk klub olahraga dimana anak-anak harus berlari beberapa kilometer sehari untuk tetap bugar. Seperti yang Anda duga, kegiatan ini biasanya berakibat pada siswa yang kelelahan, mengantuk, dan belum lagi berkeringat di kelas karena mereka semua diharapkan bangun pagi-pagi sekali dan pulang larut untuk memenuhi komitmen aktivitas klub mereka. Terdengar membutuhkan banyak kerja keras, karena ketekunan, komitmen dan tekad yang diperlukan!
Klub juga sangat populer dan kebanyakan siswa terlibat dalam salah satunya. Mereka sangat bangga dengan klubnya dan bekerja keras untuk mengikuti apa yang diharapkan dari mereka.
Jepang mungkin adalah salah satu negara paling progresif di bidang sains dan teknologi, namun Anda mungkin berpikir dua kali jika Anda berkesempatan melihat bagian dalam salah satu sekolah mereka. Dalam banyak kasus, pena dan kertas masih lebih disukai daripada perangkat elektronik. Namun, teknologi telah perlahan menemukan jalannya ke dalam sistem untuk membantu memperbaiki materi pengajaran dan memperbaiki fasilitas di sekolah-sekolah Jepang.
Dengan kata lain, tidak setiap sekolah memiliki peralatan terbaru dan berteknologi tinggi seperti yang diharapkan orang asing karena teknologi tinggi Jepang yang sangat inovatif. Sekolah tua, terutama yang belum diperbarui selama bertahun-tahun! Pemandangan dari pemutar CD yang usang, printer, dan mesin faks masih terlihat di banyak sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas di seluruh negeri. Demi menghemat listrik, kipas angin elektrik masih lebih banyak digunakan sebagai ventilasi dibandingkan dengan air conditioner, dan di musim dingin, pemanas sentral sangat jarang digunakan dan biasanya, hanya terdapat pemanas dengan bahan bakar minyak tanah.
Selain itu, kegiatan belajar mengajar biasanya dilakukan dengan menggunakan bahan ajar tradisional dengan buku teks sebagai fokus utama daripada papan tulis putih seperti yang mungkin Anda lihat di negara lain. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, teknologi secara perlahan merambah masuk ke sistem dengan internet dan komputer perlahan diperkenalkan untuk presentasi kelas di beberapa sekolah. Jadi sekolah Jepang yang lebih tua juga telah mengalami renovasi.
Dengan pekerjaan rumah dan tugas lainnya selama liburan, klub sekolah dan kegiatan bahkan di akhir pekan, dan juga membersihkan seluruh sekolah, belajar di Jepang memerlukan banyak kerja keras dan tekad. Selain siswa yang menghadiri kegiatan klub di pagi hari dan sepulang sekolah, kebanyakan dari mereka juga pergi ke "juku", atau sekolah tambahan dimana mereka dapat mempelajari mata pelajaran tertentu dengan lebih keras atau belajar berbicara bahasa lain. Setiap hari, mereka juga diberi banyak pekerjaan rumah, mengakibatkan mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk beristirahat dan tidur.
Akibatnya, para siswa yang tidak bisa lagi melawan kelelahan dan rasa kantuk cenderung tertidur saat pelajaran. Anda mungkin juga merasa heran bahwa para guru cenderung membiarkan mereka karena mereka tidak dapat berbuat banyak tentang hal itu dan bahkan mungkin bersimpati melihat betapa lelahnya mereka! Meskipun sang guru mungkin sesekali memanggil siswa karena tidur di kelas, tapi sangat tidak biasa melihat seorang siswa ditegur karena tertidur.
Dengan mengetahui tentang kehidupan sehari-hari seorang siswa di sebuah sekolah umum di Jepang, akan membantu pengunjung memahami bagaimana budaya Jepang bisa tercetak dalam masyarakat yang harmonis saat ini. Jadi, jika ini merupakan jenis sekolah yang tepat untuk Anda atau anak-anak Anda, pastikan untuk menyiapkan banyak tekad, karena menghadiri sekolah di sini tidak seperti yang Anda lihat di anime Jepang. Namun, kehidupan sekolah yang disiplin ini mempersiapkan siswanya untuk menghadapi kesulitan hidup yang membutuhkan kerja keras, tekad, dan motivasi untuk melaluinya dengan baik
vé máy bay eva air khuyến mãi
vé máy bay đi mỹ bao nhiêu tiền
hãng máy bay korean airline
vé máy bay đi mỹ rẻ
giá vé máy bay từ tphcm đi canada
Nhung Chuyen Di Cuoc Doi
Ngẫu Hứng Du Lịch
Tri Thức Du Lịch